Putusan Serta Merta, dari segi Hukum dan Keadilan
Rabu, 22 Juni 2016
Add Comment
Drs. M. Sofyan Lubis, SH. MM |
Putusan Serta Merta, dari segi Hukum dan Keadilan - Uitvoerbarr bij voorrad atau dalam bahasa indonesianya sering
diterjemahkan dengan putusan serta merta, adalah merupakan suatu putusan
pengadilan yang bisa dijalankan terlebih dahulu, walaupun terhadap
putusan tersebut dilakukan upaya hukum Banding, Kasasi atau Perlawanan
oleh pihak Tergugat atau oleh pihak Ketiga yang dirugikan.
Kita tahu bahwa peradilan di negeri ini dibagi menjadi dua tingkat
peradilan yaitu Pengadilan Negeri ( pengadilan tingkat Pertama) dan
Pengadilan Tinggi ( pengadilan tingkat Kedua ) kedua tingkat peradilan
itu disebut dengan Judex Factie, atau peradilan yang memeriksa pokok
perkara.
Adapun Mahkamah Agung tidak disebut Pengadilan Tingkat Ketiga, karena Mahkamah Agung pada prinsipnya tidak memeriksa pokok perkara, melainkan sebagai pemeriksa dalam penerapan hukumnya saja.
Adapun Mahkamah Agung tidak disebut Pengadilan Tingkat Ketiga, karena Mahkamah Agung pada prinsipnya tidak memeriksa pokok perkara, melainkan sebagai pemeriksa dalam penerapan hukumnya saja.
Putusan uitvoerbaar bij voorrrad tersebut dapat dijatuhkan dalam
putusan pengadilan tingkat pertama dan/atau pengadilan tingkat kedua.
Dari segi hukum acara perdata putusan tersebut memang dibolehkan
walaupun menurut pengamatan dan penelitian Mahkamah Agung RI pelaksanaan
dari adanya penjatuhan putusan serta merta tersebut sering meninmbulkan
berbagai masalah.
Oleh karenanya Mahkamah Agung RI mengeluarkan berbagai Surat Edaran yang mengatur tentang tata cara dan prosedur penjatuhan serta pelaksanaan putusan tersebut.
Oleh karenanya Mahkamah Agung RI mengeluarkan berbagai Surat Edaran yang mengatur tentang tata cara dan prosedur penjatuhan serta pelaksanaan putusan tersebut.
Di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.3 tahun 2000 Mahkamah
Agung telah menetapkan tata cara, prosedur dan gugatan-gugatan yang bisa
diputus dengan putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad), dan
dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 4 tahun 2001 mahkamah Agung
kembali menetapkan agar dalam setiap pelaksanaan putusan serta merta
disyaratkan adanya jaminan yang nilainya sama dengan barang / benda
objek eksekusi.
Dari sini jelas sekali bahwa Mahkamah Agung sebenarnya “tidak
menyetujui” adanya putusan serta merta di dalam setiap putusan
pengadilan walaupun perkara tersebut memenuhi ketentuan pasal 180 ayat
(1) HIRdan pasal 191 ayat (1) Rbg serta pasal 332 Rv sebagai syarat
wajib penjatuhan putusan serta merta.
Bahwa selain pelaksaan putusan serta merta tersebut ternyata di
lapangan menimbulkan banyak permasalahan apalagi dikemudian hari dalam
upaya hukum berikutnya, pihak yang Tereksekusi ternyata diputus menang
oleh Hakim. oleh karenanya Hakim/Ketua Pengadilan bersangkutan harus
super hati-hati dalam mengabulkan gugatan provisionil dan permintaan
putusan serta-merta.
Adapun dapat dikabulkannya uitvoerbaar bij voorraad dan provisionil
menurut Surat Ederan Ketua Mahkamah Agung RI No. 3 Tahun 2000 adalah :
1). Gugatan didasarkan pada bukti surat autentik/tulis tangan yang tidak dibantah kebenarannya oleh pihak Lawan ;
2) Gugatan hutang-piutang yang jumlahnya sudah pasti dan tidak dibantah ;
3). Gugatan tentang sewa-menyewa tanah,rumah,gudang dll, dimana hubungan sewa-menyewa telah habis atau Penyewa melalaikan kewajibannya sebagai penyewa yang baik ;
4). Pokok gugatan mengenai tuntutan harta gono-gini dan putusannya telah inkracht van gewijsde;
5) Dikabulkannya gugatan provisionil dengan pertimbangan hukum yang tegas dan jelas serta memenuhi pasal 332 Rv ; dan
6) Pokok sengketa mengenai bezitsrecht ;
1). Gugatan didasarkan pada bukti surat autentik/tulis tangan yang tidak dibantah kebenarannya oleh pihak Lawan ;
2) Gugatan hutang-piutang yang jumlahnya sudah pasti dan tidak dibantah ;
3). Gugatan tentang sewa-menyewa tanah,rumah,gudang dll, dimana hubungan sewa-menyewa telah habis atau Penyewa melalaikan kewajibannya sebagai penyewa yang baik ;
4). Pokok gugatan mengenai tuntutan harta gono-gini dan putusannya telah inkracht van gewijsde;
5) Dikabulkannya gugatan provisionil dengan pertimbangan hukum yang tegas dan jelas serta memenuhi pasal 332 Rv ; dan
6) Pokok sengketa mengenai bezitsrecht ;
Memang dari segi hukum belum ada yang melarang dijatuhkannya putusan
uitvoerbaar bij voorraad sepanjang hal itu memenuhi ketentuan pasal 180
ayat (1) HIR dan pasal 191 ayat (1) Rbg serta pasal 332 Rv, sehingga
sampai saat ini Hakim masih sah-sah saja menjatuhkan putusan serta merta
tersebut.
Guna memproteksi hal-hal yang tidak diinginkan dimana pihak yang
Tereksekusi ternyata dikemudian hari menjadi pihak yang memenangkan
perkara tersebut, maka Ketua Mahkamah Agung telah pula mengeluarkan
Surat Edaran (SEMA) No.4 tahun 2001 tentang Putusan Serta-Merta yang
isinya menekankan bahwa sebelum putusan serta-merta dapat dijalankan
pihak Pemohon Eksekusi diwajibkan membayar uang jaminan yang nilainya
sama dengan nilai barang/obyek eksekusi agar tidak menimbulkan kerugian
pada pihak lain. Apalagi kalau yang akan dieksekusi itu sebuah bangunan
yang mempunyai nilai sejarah yang mana bangunan tersebut harus
dilestarikan keberadaannya dan pihak Pemohon Eksekusi bermaksud akan
membongkar bangunan bersejarah tersebut yang akan digantikan dengan
bangunan baru sesuai dengan rencananya.
Masalahnya menjadi lain jika di kemudian hari pihak Tereksekusi
ternyata diputus menang sehingga jelas pihak Tergugat/Termohon telah
diperlakukan tidak adil.
Selama upaya hukum berjalan Ketua Pengadilan Negeri dan/atau Ketua
Pengadilan Tinggi harus dapat menjamin bahwa bangunan yang telah
dieksekusi tersebut harus tetap utuh seperti semula tanpa mengalami
perubahan apapun hingga upaya hukum terakhir bagi Pihak Ter-eksekusi
tidak ada lagi ( Inkracht Van Gewijsde ). Dan tentu tidak berlebihan
dalam hal ini Ketua Mahkamah Agung telah mengeluarkan ancaman yang keras
kepada Pejabat Pengadilan yang bersangkutan yang ditemukan menyimpang
dalam melaksanakan putusan serta-merta sebagaimana ditegaskannya dalam
butir ke-9 SEMA No.3 tahun 2000 tentang Putusan Serta-Merta dan
Provionil.
Penulis :
Drs. M. Sofyan Lubis, SH. MM
Senior Partners di LHS & PARTNERS
Penulis dan Pemerhati Masalah Hukum
Drs. M. Sofyan Lubis, SH. MM
Senior Partners di LHS & PARTNERS
Penulis dan Pemerhati Masalah Hukum
0 Response to "Putusan Serta Merta, dari segi Hukum dan Keadilan"
Posting Komentar