Rekayasa Isu Komunis Sukses Alihkan Maraknya Korupsi dan Ketidakadilan
Kamis, 23 Juni 2016
Rekayasa Isu Komunis Sukses Alihkan Maraknya Korupsi dan Ketidakadilan - Gabungan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yakni LBH Jakarta, LBH Bandung, LBH Semarang, LBH Yogyakarta, dan LBH Surabaya kompak menilai rekayasa isu kebangkitan komunis telah menimbulkan keresahan di masyarakat dan sukses mengalihkan perhatian dari isu korupsi dan ketidakadilan sosial.
Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa mengemukakan bermula dari adanya upaya penuntasan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) 1965-1966, berbagai ormas dan purnawirawan Jenderal yang menolak, kemudian menghembuskan isu bahwa upaya penuntasan kasus tersebut akan membangkitkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan komunis.
"Berbagai praktek kebebasan berekspresipun kemudian diberangus. Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia melakukan "sweeping" dan penyitaan yang tidak berdasar," kata Alghif, Minggu (22/5/2016).
Alhasil, kata Alghif, orang yang memakai baju kaos Pencinta Kopi Indonesia ikut dikriminalisasi, acara diskusi dibubarkan, dan nonton bersama dilarang. Bahkan baju kaos Munir pun disita karena dianggap terkait dengan komunisme. Tidak hanya berdampak terhadap kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berekspresi, isu kebangkitan komunisme juga berdampak terhadap kerja-kerja bantuan hukum serta advokasi keadilan sosial di masyarakat.
"Serikat yang sedang berjuang dilabel komunis, aktivis keadilan agraria dan pejuang masyarakat adat dianggap akan membangkitkan PKI, dan pengacara publik pun dilabel sebagai pengacara PKI," ujarnya.
Menurut Alghif, masyarakat yang masih fobia terhadap isu komunis akan dengan mudah terpengaruh. Masyarakat yang dibela kemudian menjadi saling curiga ataupun takut. Kemudian masyarakat yang seharusnya mendukung kerja bantuan hukum dan advokasi enggan untuk membantu. Bahkan bukan tidak mungkin, aparatur pemerintah langsung curiga. Bantuan hukum dan advokasi menjadi terhambat akibat rekayasa isu komunis tersebut.
Ia pun mencontohkan sebagian kasus di lapangan yang diklaim sebagai bentuk hambatan terhadap kerja bantuan hukum dan advokasi: Pertama, kegiatan teater seperti monolog Tan Malaka di Bandung dibubarkan oleh sekelompok massa karena dianggap menyebarkan faham komunis, begitu pula dengan aktifitas literasi yang diselenggarakan di kampus ISBI Bandung.
Di Garut LBH Bandung memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang memperjuangkan hak atas tanah dan berujung pada program redistribusi tanah oleh pemerintah, tidak luput juga dinyatakan ditunggangi oleh Oknum PKI.
"Padahal kegiatan itu jelas merupakan upaya penyelesaian sengketa agraria dan menjadi agenda pemerintah melalui kementrian agraria dan tata ruang," tuturnya.
Berikutnya, lanjut Alghif, di Kendal LBH Semarang memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang memperjuangkan hak atas tanah, Babinsa turun ke masyarakat dan menunjukkan foto aktivis-aktivis yang dituduh PKI. Padahal mereka bukan PKI, melainkan aktivis yang konsisten membantu masyarakat tanpa
pamrih.
"Sebuah ormas pun ikut menuduh LBH Jakarta sebagai sarang komunis. Padahal LBH Jakarta merupakan sebuah lembaga hukum yang secara profesional membela korban pelanggaran HAM," jelasnya.
Oleh karenanya, Alghif mengatakan pihaknya menyerukan agar Kemenkopolhukam RI dibawah kepemimpinan Luhut Binsar Panjaitan untuk segera mengkoordinasikan seluruh instansi/lembaga/badan serta kementerian terkait demi terjaganya situasi politik, hukum dan keamanan di negeri ini dengan tidak melakukan intimidasi terhadap gerakan aktivis yang disebabkan adanya provokasi isu bangkitnya kembali komunisme.
"Masyarakat juga agar tidak mudah terpancing provokasi isu kebangkitan komunisme yang disebarkan oleh pihak-pihak tak bertanggungjawab," tandasnya. (Rimanews.com)