Pemilihan Wiranto Sebagai Menko Polhukam Dinilai Kontroversial
Rabu, 27 Juli 2016
Pemilihan Wiranto Sebagai Menko Polhukam Dinilai Kontroversial - Halo sobat pengunjung setia Artikel Tutorial semuanya. Selamat datang saya ucapkan diblog kebanggaan saya yang sederhana ini yaitu www.artikelltutorial.com.
Blog ini akan selalu update setiap harinya yang memberikan anda
Informasi dan Artikel menarik, bukan hanya itu blog ini juga berisi
berbagai Tips dan Tutorial. Silakan simpan alamat blog www.artikelltutorial.com atau Anda bisa bookmark (masukan ke penanda) agar bisa mengunjungi lain waktu ke blog ini dengan mudah."Prolog dari Artikel Tutorial sekaligus salam kenal kepada pengunjung setia www.artikelltutorial.com semuanya".
Pemilihan Wiranto Sebagai Menko Polhukam Dinilai Kontroversial |
Kendati menilai positif reshuffle jilid II kabinet kerja Jokowi-JK, Pengamat Politik Yunarto Wijaya mengatakan pemilihan Wiranto sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) cukup kontroversial.
"Yang kontroversial saya pikir adalah nama Wiranto ketika masuk. Biar bagaimanapun akan ada sebagian pihak yang merasa dan mempertanyakan terutama kalangan aktivis HAM bagaimana kemudian sepak terjang Wiranto di masa lalu dengan keterpilihannya sebagai Menko Polhukam," kata Yunarto di Hotel Morissey, Jakarta, Rabu (27/7/2016).
(Baca: Wiranto Sebagai Menko Polhukam Menjadi Kekhawatiran Aktivis HAM)
Oleh karena itu, lanjut dia, pihak istana harus memberikan ketegasan argumentasi terkait pemilihan Wiranto dan arahan kerjanya ke depan.
"Artinya saya pikir harus ada penegasan atau argumentasi yang kuat yang diberikan oleh Pak Jokowi-JK termasuk bagaimana kemudian ada arahan-arahan yang memang memberikan batasan bagi Pak Wiranto untuk bekerja ke depan sehingga publik bisa melihat Wiranto atau orang yang melakukan protes pada Wiranto bisa melihat dia pada scara pandang yang berbeda atau melihat dia sebagai manusia yang berbeda," sambungnya.
Penunjukan Wiranto sendiri mengisi komposisi menteri dari partai politik dimana sebelumnya kader Hanura yang mengisi jabatan menteri adalah Yuddy Chrisnandy.
"Sulitnya ini adalah konsekuensi ketika kabinet politik yang terbentuk. Kabinet politik akan mengutamakan politik akomodir dari sisi jumlah baru kemudian bicara dari sisi kuantitatif kemudian sisi kualitatif. Artinya dikomitmenkan terlebih dahulu jumlah partai A memiliki jatah dua, partai B memiliki jatah 4 dipastikan itu terlebih dahulu terakomodir baru bicara secara kualitatif," ulasnya.
"Dan sepertinya tidak mudah bagi Hanura mencari kader lain yang memiliki level ketokohan seperti Wiranto. Dibandingkan dengan pos yang kosong yang ada dan kebetulan pos kosong memiliki latar belakang sesuai dengan yang Wiranto miliki. Itu konsekuensi yang harus dimiliki ketika membentuk kabinet politik," tukasnya.
"Yang kontroversial saya pikir adalah nama Wiranto ketika masuk. Biar bagaimanapun akan ada sebagian pihak yang merasa dan mempertanyakan terutama kalangan aktivis HAM bagaimana kemudian sepak terjang Wiranto di masa lalu dengan keterpilihannya sebagai Menko Polhukam," kata Yunarto di Hotel Morissey, Jakarta, Rabu (27/7/2016).
(Baca: Wiranto Sebagai Menko Polhukam Menjadi Kekhawatiran Aktivis HAM)
Oleh karena itu, lanjut dia, pihak istana harus memberikan ketegasan argumentasi terkait pemilihan Wiranto dan arahan kerjanya ke depan.
"Artinya saya pikir harus ada penegasan atau argumentasi yang kuat yang diberikan oleh Pak Jokowi-JK termasuk bagaimana kemudian ada arahan-arahan yang memang memberikan batasan bagi Pak Wiranto untuk bekerja ke depan sehingga publik bisa melihat Wiranto atau orang yang melakukan protes pada Wiranto bisa melihat dia pada scara pandang yang berbeda atau melihat dia sebagai manusia yang berbeda," sambungnya.
Penunjukan Wiranto sendiri mengisi komposisi menteri dari partai politik dimana sebelumnya kader Hanura yang mengisi jabatan menteri adalah Yuddy Chrisnandy.
"Sulitnya ini adalah konsekuensi ketika kabinet politik yang terbentuk. Kabinet politik akan mengutamakan politik akomodir dari sisi jumlah baru kemudian bicara dari sisi kuantitatif kemudian sisi kualitatif. Artinya dikomitmenkan terlebih dahulu jumlah partai A memiliki jatah dua, partai B memiliki jatah 4 dipastikan itu terlebih dahulu terakomodir baru bicara secara kualitatif," ulasnya.
"Dan sepertinya tidak mudah bagi Hanura mencari kader lain yang memiliki level ketokohan seperti Wiranto. Dibandingkan dengan pos yang kosong yang ada dan kebetulan pos kosong memiliki latar belakang sesuai dengan yang Wiranto miliki. Itu konsekuensi yang harus dimiliki ketika membentuk kabinet politik," tukasnya.